Kelemahan Metodologi Pansus Century
Keberadaan panitia khusus (Pansus) Hak angket kasus Bank Century bisa dilihat dari segi hukum, ekonomi dan politik. Namun dapat pula disoroti dari sudut metodologi penelitian. Angket, penyelidikan atau penelitian sebetulnya mempunyai kesamaan karenanya merupakan kegiatan pengumpulan informasi atau data, pengolahan analisis dan pengambilan kesimpulan yang dilakukan secara sistematis. Pertanyaannya apakah tujuan penelitian, waktu pelaksanaan, pengumpulan data, analisis dan pengambilan kesimpulan sudah dilakukan secara sinkron dan teratur. Pada bagian penggalian informasi dengan wawancara atau memeriksa seseorang, terkait pula masalah etika penelitian.
Kalau tujuan angket Pansus Century untuk memeriksa kebijakan apakah kebijakan penyelamatan perbankan tanggal 21 November 2008 melanggar aturan hukum, jika ini positif sehingga pada gilirannya Presiden dapat dimakzulkan, tentu usaha tersebut salah alamat. Kebijakan pemerintah yang menetapkan kasus Bank Century berdampak sistemik tanggal 21 November 2008 terjadi pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Seandainya dapat disimpulkan kebijakan itu melanggar Undang-Undang tentu Presiden dan Wakil Presiden dapat diproses untuk dimakzulkan. Apakah pemerintah yang dipimpin SBY-Boediono bertanggung jawab terhadap kebijakan yang dikeluarkan semasa pemerintahan SBY-Jusuf Kalla? Merupakan kekeliruan untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah yang sekarang terhadap kebijakan pemerintah yang lalu.
Kekeliruan kedua, mengapa kebijakan 21 November 2008 baru dipersoalkan sekarang setelah pemerintahan berganti. Mengapa kebijakan itu tidak ditolak setelah dikeluarkan? Bukankah kebijakan itu sudah dikomunikasikan Menteri Keuangan dalam rapat kerja dengan DPR (Komisi XI) 26 Februari 2009. Sebagian anggota Pansus merupakan anggota Komisi XI DPR periode yang lalu.
Kekeliruan ketiga, yang dilakukan Pansus Century adalah tidak melakukan kritik sumber terhadap hasil audit BPK. Tentu laporan BPK dapat dijadikan titik tolak untuk memulai penyelidikan. Namun pada laporan tersebut mungkin saja ada bagian yang keliru atau tidak proporsional. Demikian pula kredibilitas dan integritas kepribadian seseorang patut dipertimbangkan dalam menilai kesaksiannya. Testimoni Susno Duadji perlu dicek silang dengan kepolisian.
Kekeliruan keempat adalah beranggapan bahwa suatu kebijakan yang dilandasi aturan yang berlaku dapat dikriminalisasi. Ingat saja kasus Bibit-Chandra ketika oknum kepolisian berupaya mengkriminalisasi kebijakan yang dilakukan kedua pimpinan KPK tersebut.
Kekeliruan kelima, menganggap kekurangan administratif identik dengan kesalahan kebijakan. Sebelum laporan tertulis disampaikan boleh saja laporan singkat dikirim Menteri Keuangan kepada Presiden melalui SMS. Sangat naif untuk untuk mempersoalkan apakah laporan itu dikirimkan “pagi-pagi” atau “pagi-pagi banget”
Kekeliruan keenam, tidak jeli melihat kaitan waktu yang tersedia dan target penelitian. Hampir sebulan dihabiskan untuk berdebat soal “sistemik” dan “tidak sistemik” serta ”Perpu ditolak atau diterima ataui tidak ditolak tidak diterima.”
Kekeliruan ketujuh, tidak mendahulukan apa yang penting dan dapat disetujui semua anggota. Kenapa aliran dana yang pertama tidak disoroti karena ini masalah strategis terkait kemungkinan pidana korupsi?
Kekeliruan kedelapan, panitia khusus terdiri dua kelompok yang berbeda bahkan bertentangan. Tidak mungkin dihasilkan kesimpulan tunggal, kecuali dipungut suara. Yang bisa muncul adalah kesimpulan berganda, kesimpulan pijak koalisi (sekian orang) dan oposisi (sekian orang).
Kekeliruan kesembilan adalah menjadikan kegiatan ini sebagai tontonan. Kalau menurut Undang-undang dinyatakan tertutup seyogyanya hal itu dipatuhi. Memang dalam Undang-undang Susduk disebutkan bahwa rapat DPR bisa tertutup atau terbuka, ini ketentuan umum. Namun hendaknya dipahami bahwa Undang-undang yang lebih khusus (tentang angket) lebih dijadikan patokan ketimbang Undang-undang yang bersifat umum. Di samping itu, siaran langsung mengundang orang bersikap “over acting” seperti pada “debat kusir” antar anggota Pansus.
Kekeliruan kesepuluh, persidangan Pansus ini menjelekkan nama Bank Indonesia (BI). Berulang-ulang disebut BI “Sarang Penyamun”. Lemah dalam pengawasan bahkan “pengawasan amatiran”. Pejabat BI dinilai “ceroboh”, “koordinasi tidak nyambung”, “tidak ada leadership”.
Kekeliruan kesebelas, melakukan penghinaan terhadap Wakil Presiden. Boleh saja Boediono dihadirkan tetapi tidak untuk dimaki. Teriakan “maling” yang dilontarkan dalam kegiatan itu patut diproses kepolisian agar tidak terulang.
Kekeliruan keduabelas adalah boros waktu. Ada saksi yang diperiksa dari pukul 10.30 pagi sampai 10.30 malam.
Kekeliruan ketigabelas, penyamaan waktu 9 fraksi(beranggotakan 8 orang dengan satu orang) jelas tidak adil. Ini dilanjutkan dengan “pendalaman” yang sebagian besar “tidak dalam”.
Kekelirua keempatbelas, konsekuensi dari pembagian fraksi itu adalah pertanyaan yang berulang-ulang. Akibatnya saksi sering kali menyampaikan “seperti saya jelaskan sebelumnya”.
Kekeliruan kelima belas adalah “pengeroyokan” 30 orang terhadap satu (atau dua) orang. Sebaiknya maksimal pemeriksa hanya 5-10 orang sehingga hasilnya efektif.
Kekeliruan keenambelas, menyimpulkan bahwa seorang saksi yang berkata “lupa” itu pasti berbohong, jelas tendensius.
Kekeliruan ketujuhbelas, himbauan agar Wakil Presiden dan Menteri Keuangan yang diperiksa nonaktif adalah pernyataan yang berlebihan. Karena yang bersangkutan masih bisa bekerja menunaikan tugas negara.
Kekeliruan kedelapanbelas adalah pernyataan akan memanggil Presiden. Walaupun disampaikan secara perorangan, tetapi pernyataan ini bisa menimbulkan gema yang mengarah kepada pemakzulan terhadap Presiden. Wacana semacam ini tidak positif bagi kondisi perekonomian terutama investasi di Indonesia.
Kekeliruan kesembilan belas, seorang anggota Pansus mengeluarkan pernyataan berbau SARA, “Mengapa Bank IFI milik pribumi tidak ditolong sedangkan Bank Century yang non pribumi diselamatkan?”
Kekeliruan kesepuluh, sikap anggota Pansus yang tidak disiplin. Ketika Sri Mulyani diperiksa, dua anggota Pansus Bambang Susatyo (Fraksi Golkar) dan Fachry Hamzah (Fraksi PKS) meninggalkan gedung DPR dan tampil di studio tvone. Ini tidak etis.
Kekeliruan ini dapat terjadi bila Pansus memperhatikan beberapa hal, antara lain :
- Berikan fokus pada aliran dana.
- Bela hak nasabah Antaboga yang kabarnya ditipu oleh Bank Century. Kawal upaya penggantian dana mereka agar berjalan cepat dan tepat.
- Perbaiki peraturan perundangan mengenai BI, LPS dan lain-lain agar tidak ada celah bagi pelaku kejahatan perbankan.
- Buat UU Hak Angket yang baru karena yang dipakai sekarang sudah jadul. (tahun 1954).
Source from : Asvi Warman Adam, Menguak Misteri Sejarah, Kompas, 2010
Comments
Post a Comment