Peranan Golongan Terpelajar dalam Menumbuhkembangkan Kesadaran Nasional Indonesia

Golongan terpelajar
Awal abad ke-20, politik kolonial memasuki babak baru, yaitu era Politik Etis, yang dipimpin oleh Menteri Jajahan Alexander W.F. Idenburg yang kemudian menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1909-1916) Ada tiga program Politik Etis, yaitu irigasi, edukasi, dan trasmigrasi. Adanya Politik Etis membawa pengaruh besar pada perubahan arah kebijakan politik negeri Belanda atas negeri jajahan. Pada era itu pula muncul simbol baru yaitu “kemajuan”. Dunia mulai bergerak dan bermacam-macam kehidupanpun mulai mengalami perubahan. Adanya pendidikan gaya Barat itu membuka peluang untuk mobilitas sosial masyarakat di tanah Hindia/Indonesia.

Pengaruh pendidikan Barat itu pula yang lalu memunculkan sekelompok kecil intelektual bumiputra yang memunculkan kesadaran, bahwa rakyat bumiputra wajib mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain untuk mencapai kemajuan. Golongan intelektual bumiputra itu disebut “priyayi baru” yang sebagian besar adalah guru dan jurnalis di kota-kota. Pendidikan dan pers itu pula menjadi untuk menyalurkan ide-ide dan pemikiran yang ingin membawa kemajuan, dan pembebasan bangsa dari segala bentuk penindasan dari kolonialisme Belanda. Mereka tidak memandang Jawa, Sunda, Minangkabau, Ambon, atau apa pun sebab mereka adalah bumiputra. Pengalaman yang mereka peroleh di sekolah dan dalam kehidupan setelah lulus sangatlah berbeda dengan generasi orang tua mereka. Para kaum muda terpelajar inilah yang kemudian membentuk kesadaran “nasional” sebagai bumiputra di Hindia, dan bergerak bersama “bangsa-bangsa” lain dalam garis waktu yang tidak terhingga menuju modernitas, suatu dunia yang memberi makna baru bagi kaum pelajar terdidik saat itu. Mereka tentunya tidak mengenal satu sama lain di Batavia, Bandung, Semarang, Solo, Yogyajakarta, Surabaya, dan seluruh wilayah Hindia. Mereka saling berbagi pengalaman, gagasan, dan anggapan mengenai dunia, Hindia, dan zaman mereka. Pemerintah Kolonial Belanda juga membentuk Volksraad (Dewan Rakyat) yang sejumlah tokoh Indonesia bergabung di dalamnya. Mereka itu penggerak wacana perubahan di lembaga itu.
Lahirnya golongan terpelajar di Indonesia merupakan dampak dari pelaksanan politik etis di Indonesia yang diberlakukann tahun 1900.pelaksanaan politik etis di bidang edukasi memberikan dampak positif bagi bangsa Indonesia  dengan berhasil di munculkannya golongan terpelajar yang akhirnya menjadi pelopor pergerakan nasional Indonesia menentang kolonial penjajah kolonial Belanda. Golongan terpelajar telah mempunyai pandagan baru  yaitu, nasionalisme Indonsia dan berusaha mengubah pandangan sebelumnya yang masih bersifat kedaerahan. Golongan  terpelajar berkeyakinan bahwa cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia hanya akan tercapai apabila nasionalisme  telah tumbuh yang mengikat suku bangsa di Indonesia  dalam ikatan persatuan nasional.  Perjuangan bangsa Indonesia sejak tahun 1908 dikenal dengn sebutan pergerakan Nasional, yaitu pergerakan  bangsa Indonesia yang melipti segala macam aksi yang  dilakukan dengan orgnisasi modern.
Perjuangan bangsa Indonesia sejak tahun 1908  mempunyai ciri-ciri yaitu:
1.      perjuangan digerakan oleh kaum terpelajar yang berwawasan luas
2.      perjuangan bersifat kebangsaan
3.      perjuangan menggunakan organisasi modern yang teratur
4.      organisasinya bersifat demokratis dan tidak tergantung pada seorang pimpinan
5.      wujud perjuanganya tidak mengandalkan kekuatan fisik, tetapi berupa gerakan sosial, ekonomi, pendidikan, dan budaya yang meningkatkan menjadi gerakan politik untuk menuntut kemerdekaan indonesia
Golongan terpelajar yang memperoleh kedudukan dalam birokrasi pemerintahan pada umumnya bergaya hidup priayi dan memperoleh status terhormat. Sementara itu, golongan terpelajar atau kaum intelektual yang tidak berada dalam birokrasi pemerintahan menjalankan profesinya secara mandiri (swasta). Dari golongan terpelajar yang bekerja di luar birokrasi pemerintahan inilah lahir pemimpin-pemimpin organisasi Pergerakan Nasional. Hal itu disebabkan mereka yang bekerja secara mandiri mempunyai ruang gerak lebih leluasa untuk menjalankan berbagai kegiatan, salah satunya adalah kegiatan politik.
Golongan terpelajar mempunyai ruang gerak sosial yang lebih luas. Mereka mendapat kesempatan bergaul dengan berbagai orang dari daerah dan kebudayaan lain. Dengan demikian, selain dapat meluaskan pandangan hidup juga mempunyai hubungan yang luas. Hubungan baru ini jauh lebih luas, tidak hanya terbatas pada hubungan keluarga, kedaerahan, atau bersifat kesukuan. Proses ini akan makin melembaga sebagai pola hubungan baru yang kemudian berkembang menjadi jaringan sosial sehingga terciptalah ruang sosial. Dengan demikian, integrasi nasional secara lambat laun terbentuk. Golongan terpelajar dalam posisi sosialnya memungkinkan berfungsi sebagai perintis nasionalisme dan pelopor dalam modernisasi.

Comments

Popular posts from this blog

Upaya Jepang menggerakkan para pemuda Indonesia

MASA PEMERINTAHAN KOMISARIS JENDERAL

GERAKAN NON BLOK (GNB)