MASA PEMERINTAHAN KOMISARIS JENDERAL

Cornelis Theodorus Elout (ketua), Arnold Ardiaan Buyskes (anggota), dan Alexander Gerard  Philip Baron Van der Capellen

A.       Latar Belakang Pemerintahan Komisaris Jenderal dan Gubernur Jenderal
Tahun 1816 Raffles mengakhiri pemerintahannya di Hindia. Pemerintah Inggris sebenarnya telah menunjuk John Fendall untuk menggantikan Raffles. Tetapi pada tahun 1814 sudah diadakan Konvensi London. Salah satu isi Konvensi London adalah Inggris harus mengembalikan tanah jajahan di Hindia kepada Belanda. Setelah kembali ke tangan Belanda, tanah Hindia diperintah oleh badan baru yang diberi nama Komisaris Jenderal. Komisaris Jenderal ini dibentuk oleh Pangeran Willem VI yang terdiri atas tiga orang, yakni: Cornelis Theodorus Elout (ketua), Arnold Ardiaan Buyskes (anggota), dan Alexander Gerard Philip Baron Van der Capellen (anggota). Sebagai rambu-rambu pelaksanaan pemerintahan di negeri jajahan Pangeran Willem VI mengeluarkan Undang-Undang Pemerintah untuk negeri jajahan (Regerings Reglement) pada tahun 1815. Salah satu pasal dari undang-undang tersebut menegaskan bahwa pelaksanaan pertanian dilakukan secara bebas. Hal ini menunjukkan bahwa ada relevansi dengan keinginan kaum liberal sebagaimana diusulkan oleh Dirk van Hogendorp.

Akhirnya pada tanggal 22 Desember 1818 Pemerintah memberlakukan UU yang menegaskan bahwa penguasa tertinggi di tanah jajahan adalah gubernur jenderal. Pada 1919, kepala pemerintahan Hindia Belanda mulai dipegang oleh Gubernur Jenderal, yaitu Godert Alexander Gerard Philip Baronellen van der Capellen (1816-1824).

B.       Kebijakan awal Pemerintahan Komisaris Jenderal
Saat menjalankan pemerintahannya, komisaris jenderal melakukan langkah-langkah sebagai berikut.
1.         Sistem residen tetap dipertahankan.
2.       Dalam bidang hukum, sistem juri dihapuskan.
3.       Kedudukan para bupati sebagai penguasa feudal/feodal tetap dipertahankan.
4.        Desa sebagai satu kesatuan unit tetap dipertahankan dan para penguasanya dimanfaatkan untuk pelaksanaan pemungutan pajak dan hasil bumi.
5.       Dalam bidang ekonomi memberikan kesempatan kepada pengusaha-pengusaha asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Tetapi saat hindia belanda dipimpin gubernur jenderal Godert Alexander Gerard Philip Baronellen van der Capellen (1816-1824) terjadi beberapa perubahan. Kebijakan Van der Capellen itu berkembang ke arah sewa tanah dengan penghapus peran penguasa tradisional (bupati dan para penguasa setempat). Kemudian Van der Capellen juga menarik pajak tetap yang sangat memberatkan rakyat. Timbul banyak protes dan mendorong terjadinya perlawanan. Kemudian ia dipanggil pulang dan digantikan oleh Du Bus Gisignies. Ia berkeinginan membangun modal dan meningkatkan ekspor. Tetapi program ini tidak berhasil karena rakyat tetap miskin sehingga tidak mampu menyediakan barang barang yang diekspor. Yang terjadi justru impor lebih besar dibanding ekspor. Tentu ini sangat merugikan bagi pemerintah Belanda. Kondisi tanah jajahan dalam kondisi krisis, kas negara di negeri induk pun kosong. Hal ini disebabkan dana banyak tersedot untuk pembiayaan perang. Sebagai contoh Perang Diponegoro yang baru berjalan satu tahun sudah menguras dana yang luar biasa, sehingga pemerintahan Hindia Belanda dan pemerintah negeri induk mengalami kesulitan ekonomi.Kesulitan ekonomi Belanda ini semakin diperberat dengan adanya pemisahan antara Belanda dan Belgia pada tahun 1830. Dengan pemisahan ini Belanda banyak kehilangan lahan industri sehingga pemasukan negara juga semakin berkurang.

Comments

  1. Apakah saya boleh minta sumber data ini, untuk penunjang tugas sejarah saya

    ReplyDelete
  2. Sumpah makasih sekali karena telah membantu saya mengerjakan tugas sejarah saya

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Upaya Jepang menggerakkan para pemuda Indonesia

GERAKAN NON BLOK (GNB)