Pemerintahan Militer Pada Masa Pendudukan Jepang di Indonesia

Bermula dari Perang Dunia ke II, Jepang mulai melakukan gencatan senjata terhadap tentara Belanda di indonesia.  Tentara Jepang mulai menyerbu dan menguasai dari daerah Tarakan, selanjutnya menguasai Balikpapan, Pontianak, Banjarmasin, dan Palembang. Pasukan Jepang kala itu dengan cepat menyerang pusat-pusat kekuatan tentara Belanda di Jawa. Terbukti pada tanggal 5 Maret 1942 Batavia jatuh ke tangan Jepang. Tentara Jepang kemudian bergerak ke arah selatan lalu menguasai kota Buitenzorg (Bogor) dan melanjutkan ke Subang lalu terakhir ke Kalijati. Selanjutnya kota-kota di Jawa yang lain jatuh ke tangan Jepang dengan mudahnya.

Karena banyaknya wilayah yang jatuh ke tangan Jepang, maka pada tanggal 8 Maret 1942 Jenderal Ter Poorten (komandan pasukan Belanda/Sekutu) menandatangani penyerahan tidak bersyarat kepada Jepang yang diwakili oleh Jenderal Imamura. Penandatanganan ini dilaksanakan di Kalijati, Subang. Saat itu pula berakhirlah penjajahan Belanda di Indonesia. Hal ini memberikan dampak positif bagi Indonesia karena penjajahan Belanda selama 350 tahun telah berakhir, namun sisi negatifnya Indonesia berada dalam genggaman Jepang.  Berangsur-angsur waktu kemudian, Jepang terus mempertahankan kekuasaannya di Indonesia. Untuk menambah kekuatan secara terorganisir, Jepang membutuhkan sistem pemerintahan di Indonesia yang efektif dan menguntungkan. Untuk itulah Jepang kemudian membentuk pemerintahan militer di Indonesia.

A. Pembagian Wilayah Pemerintahan Militer di Indonesia oleh Jepang
Di seluruh Indonesia bekas Hindia-Belanda, wilayah dibagi menjadi tiga wilayah pemerintahan militer Jepang. Adapun wilayahnya yaitu :
·       Tomi Shudan atau pemerintahan militer Angkatan Darat (tentara ke-25) : meliputi daerah Sumatera dan berpusat di Bukittinggi.
·       Asamu Shudan atau pemerintahan militer Angkatan Darat (tentara ke-16) : meliputi Jawa dan Madura, pusatnya di Jakarta. Kekuatan militer ini kemudian ditambah dengan Angkatan Laut (Dai Ni Nankenkantai).
·       Pemerintahan militer Angkatan Laut (Armada Selatan ke-2) : meliputi daerah Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Berpusat di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Pembagian administrasi seperti itu terkait dengan kepentingan Jepang terhadap tiap-tiap daerah di Indonesia, baik dari segi militer ataupun politik ekonomi.
B. Struktur Pemerintahan Militer Jepang
Pada pertengahan tahun 1942 timbul pemikiran dari Markas Besar Tentara Jepang agar penduduk di daerah pendudukan dilibatkan dalam aktivitas pertahanan dan kemiliteran serta semi-militer. Oleh karena itu, pemerintahan Jepang di Indonesia kemudian membentuk pemerintahan militer. 
Saat itu pula, Pulau Jawa menjadi pusat pemerintahan yang sangat penting dan ketika itu masih diberlakukan pemerintahan sementara. Pemerintahan sementara itu didasarkan pada Osamu Seirei atau Undang-Undang yang dikeluarkan oleh Panglima Tentara ke-16. Undang-Undang tersebut menyatakan beberapa hal, diantaranya yaitu :
  • Jabatan Gubernur Jenderal pada masa hindia-Belanda dihapuskan dan segala kekuasaan yang dahulu dipegangnya diambil alih oleh panglima tentara Jepang di Jawa.
  • Para pejabat pemerintah sipil beserta pegawainya di masa Hindia-Belanda tetap diakui kedudukannya, namun diharuskan memiliki kesetiaan terhadap tentara pendudukan Jepang.
  • Badan-badan pemerintah dan undang-undang di masa Belanda tetap diakui secara sah untuk sementara waktu, asalkan tidak bertentangan dengan aturan pemerintah militer Jepang.
Adapun susunan pemerintahan militer Jepang tersebut antara lain yaitu :

1. Gunshirekan (Panglima Tentara) atau Seiko Shikikan (Panglima Tertinggi)
     Jabatan pemerintah yang satu ini merupakan jabatan tertinggi dengan kata lain pucuk pimpinan. Panglima tentara yang pertama yang menjabat yaitu Jenderal Hitoshi Imamura. Jabatan ini ibarat raja atau seorang presiden.         
2. Gunseikan (Kepala Pemerintahan Militer)
Jabatan ini semacam seorang menteri koordinator dalam sebuag negara. Genseikan ini dirangkap oleh kepala staf, dan kepala staf yang pertama adalah Mayor Jenderal Seizaburo Okasaki. Kantor pusat pemerintahan militer ini disebut juga dengan Genseikanbu. Di lingkungan Guneseikanbu terdapat lima bu (departemen). 
Adapun macam bu tersebut antara lain :
  • Somobu : departemen dalam negeri.
  • Zaimobu : departemen keuangan.
  • Sangvobu : departemen perusahaan, industri, dan kerajinan tangan (berurusan dengan praktik ekonomi).
  • Kotsubu : departemen lalu lintas.
  • Shihobu : departemen kehakiman.
3. Gunseibu 
Gunseibu yaitu koordinator pemerintahan yang bertugas memulihkan ketertiban dan keamanan atau semacam gubernur, meliputi kawasan :
  • Jawa Barat : berpusat di Bandung.
  • Jawa Tengah : berpusat di Semarang.
  • Jawa Timur : berpusat di Surabaya.
  • Ditambah lagi dua daerah istimewa (kochi) yaitu Yogyakarta dan Surakarta.
Di dalam pemerintahan tersebut, Jepang juga membentuk kesatuan Kempetai (Polisi Militer). Selanjutnya, pemerintahan Jepang juga membentuk Cuo Sangi In (Badan Pertimbangan Pusat). Badan ini bertugas untuk mengajukan usulan kepada pemerintah serta menjawab berbagai pertanyaan pemerintah tentang masalah politik dan memberikan saran tindakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah militer Jepang di Indonesia.

Comments

Popular posts from this blog

Upaya Jepang menggerakkan para pemuda Indonesia

MASA PEMERINTAHAN KOMISARIS JENDERAL

GERAKAN NON BLOK (GNB)