SISTEM TANAM PAKSA
Johannes Van Den Bosch |
Pada periode 1816-1830, pertentangan antara kaum
liberal dan kaum konservatif terus berlangsung. Permasalahannya mengenai
adanya suatu sistem yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi
negeri induk. Kaum liberal berkeyakinan bahwa tanah jajahan akan memberi
keuntungan besar bagi negeri induk apabila urusan eksploitasi ekonomi
diserahkan kepada orang-orang swasta Barat. Pemerintah hanya mengawasi jalannya
pemerintahan dan memungut pajak. Namun golongan konservatif berpendapat
sebaliknya, bahwa sistem pemungutan hasil bumi oleh pemerintah secara langsung
akan menguntungkan negeri induknya. Kaum konservatif meragukan sistem liberal
karena keadaan tanah jajahan belum memenuhi syarat.
Pemerintah
Belanda terus mencari cara bagaimana untuk mengatasi problem ekonomi. Berbagai
pendapat mulai dilontarkan oleh para para pemimpin dan tokoh masyarakat. Salah
satunya pada tahun 1829 seorang tokoh bernama Johannes Van den Bosch mengajukan
kepada raja Belanda usulan yang berkaitan dengan cara melaksanakan politik
kolonial Belanda di Hindia. Van den Bosch berpendapat untuk memperbaiki
ekonomi, di tanah jajahan harus dilakukan penanaman tanaman yang dapat laku
dijual di pasar dunia. Sesuai dengan keadaan di negeri jajahan, maka penanaman
dilakukan dengan paksa.
Konsep Bosch
itulah yang kemudian dikenal dengan Cultuurstelsel (Tanam Paksa). Dengan cara
ini diharapkan perekonomian Belanda dapat dengan cepat pulih dan semakin
meningkat. Bahkan dalam salah satu tulisan Van den Bosch membuat suatu
perkiraan bahwa dengan Tanam Paksa, hasil tanaman ekspor dapat ditingkatkan
sebanyak kurang lebih f.15. sampai f.20 juta setiap tahun. Van den Bosch
menyatakan bahwa cara paksaan seperti yang pernah dilakukan VOC adalah cara
yang terbaik untuk memperoleh tanaman ekspor untuk pasaran Eropa. Dengan
membawa dan memperdagangkan hasil tanaman sebanyak-banyaknya ke Eropa, maka
akan mendatangkan keuntungan yang sangat besar.
A.
Ketentuan Sistem Tanam
Paksa
Raja Willem tertarik serta setuju dengan usulan dan perkiraan Van den Bosch
tersebut. Tahun 1830 Van den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jenderal baru di
Jawa. Setelah sampai di Jawa Van den Bosch segera mencanangkan sistem dan
program Tanam Paksa.
Secara umum Tanam Paksa mewajibkan para petani untuk menanam
tanaman-tanaman yang dapat diekspor di pasaran dunia. Jenis tanaman itu di
samping kopi juga antara lain tembakau, tebu, dan nila. Rakyat kemudian
diwajibkan membayar pajak dalam bentuk barang sesuai dengan hasil tanaman yang
ditanam petani. Secara rinci beberapa ketentuan Tanam Paksa itu termuat pada
Lembaran Negara (Staatsblad) Tahun 1834 No. 22. Ketentuan-ketentuan itu antara
lain sebagai berikut.
1.
Penduduk menyediakan sebagian dari tanahnya untuk pelaksanaan Tanam Paksa.
2.
Tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk pelaksanaan Tanam Paksa
tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk
desa.
3.
Waktu dan pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman Tanam Paksa tidak
boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
4.
Tanah yang disediakan untuk tanaman Tanam Paksa dibebaskan dari pembayaran
pajak tanah.
5.
Hasil tanaman yang terkait dengan pelaksanaan Tanam Paksa wajib diserahkan
kepada pemerintah Hindia Belanda. Jika harga atau nilai hasil tanaman ditaksir
melebihi pajak tanah yang harus dibayarkan oleh rakyat, maka kelebihannya akan
dikembalikan kepada rakyat.
6.
Kegagalan panen yang bukan disebabkan oleh kesalahan rakyat petani, menjadi
tanggungan pemerintah.
7.
Penduduk desa yang bekerja di tanah-tanah untuk pelaksanaan Tanam Paksa
berada di bawah pengawasan langsung para penguasa pribumi, sedang
pegawai-pegawai Eropa melakukan pengawasan secara umum.
8.
Penduduk yang bukan petani, diwajibkan bekerja di perkebunan atau
pabrik-pabrik milik pemerintah selama 65 hari dalam satu tahun.
Menurut apa yang tertulis di dalam ketentuan-ketentuan tersebut di atas,
tampaknya tidak terlalu memberatkan rakyat. Bahkan pada prinsipnya rakyat boleh
mengajukan keberatan-keberatan apabila memang tidak dapat melaksanakan sesuai
dengan ketentuan. Ini artinya ketentuan Tanam Paksa itu masih memperhatikan
martabat dan nilai-nilai kemanusiaan.
B.
Pelaksanaan Tanam Paksa
Menurut Van den Bosch, pelaksanaan sistem Tanam Paksa harus menggunakan
organisasi desa. Oleh karena itu, diperlukan faktor penggerak, yakni lembaga
organisasi dan tradisi desa yang dipimpin oleh kepala desa. Berkaitan dengan
itu pengerahan tenaga kerja melalui kegiatan seperti sambatan, gotong royong
maupun gugur gunung, merupakan usaha yang tepat untuk dilaksanakan. Dalam hal
ini peran kepala desa sangat sentral. Kepala desa di samping sebagai penggerak
para petani, juga sebagai penghubung dengan atasan dan pejabat pemerintah.
Banyak pekerja yang jatuh sakit. Mereka dipaksa fokus bekerja untuk Tanam
Paksa, sehingga nasib diri sendiri dan keluarganya tidak terurus. Bahkan
kemudian timbul bahaya kelaparan dan kematian di berbagai daerah. Misalnya di
Cirebon (1843 - 1844), di Demak (tahun 1849) dan Grobogan pada tahun
1850.Sementara itu dengan pelaksanaan Tanam Paksa ini Belanda telah mengeruk
keuntungan dan kekayaan dari tanah Hindia.
Dari tahun 1831 hingga tahun 1877 perbendaharaan kerajaan Belanda telah
mencapai 832 juta gulden, utang-utang lama VOC dapat dilunasi, kubu-kubu dan
benteng pertahanan dibangun. Belanda menikmati keuntungan di atas penderitaan
sesame manusia. Memang harus diakui beberapa manfaat adanya Tanam Paksa,
misalnya, dikenalkannya beberapa jenis tanaman baru yang menjadi tanaman
ekspor, dibangunnya berbagai saluran irigasi, dan juga dibangunnya jaringan rel
kereta api. Beberapa hal ini sangat berarti dalam kehidupan masyarakat kelak.
C.
Penyimpangan tanam paksa
Adapun bentuk-bentuk penyimpangan atas aturan tanam
paksa adalah sebagai berikut:
1.
Pemberlakuan cultuur
procenten, yaitu bonus untuk para pegawai pemerintah Belanda yang mampu
menyerahkan pajak lebih banyak.
2.
Para pegawai pemerintah
Belanda dapat mengambil lebih dari 1/5 bagian tanah rakyat dan dapat memilih
jenis tanah yang subur untuk tanaman ekspor.
3.
Kewajiban rakyat yang tidak
memiliki tanah untuk bekerja di pabrik atau perkebunan Belanda yang melewati
ketentuan.
4.
Pembebanan pajak tanah
kepada para petani.
5.
Waktu pengerjaan cultuur
stelsel ternyata lebih dari 3 bulan.
6.
Tidak ada pengembalian
kelebihan hasil produksi pertanian.
7.
Pembebanan kepada para
petani atas kerusakan atau kerugian akibat gagal panen.
Oleh sebab itu, akhirnya
cultuur stelsel dihapuskan secara perlahan-lahan karena tidak memiliki rasa
kemanusiaan. Dan muncullah reaksi pembelaan dari berbagai pihak, termasuk dari
rakyat Indonesia sendiri yang memperjuangkan kemerdekaan mereka.
D.
Dampak Pelaksanaan Tanam Paksa
Tanam paksa mengakibatkan penderitaan bagi rakyat Indonesia. Penderitaan
yang timbul akibat sistem tanam paksa berupa pemiskinan rakyat, kewajiban kerja
rodi yang membebani petani, pembayaran pajak yang memberatkan petani, bahaya
kelaparan yang terjadi di Cirebon, Demak dan Grobogan.
Pelaksanaan tanam paksa mendatangkan keuntungan yang berlipat ganda bagi
Belanda. Dari tahun 1831 hingga tahun 1877 perbendaharaan kerajaan Belanda
mencapai 832 juta gulden, utang VOC dapat dilunasi, serta membangun kubu
pertahanan, terusan dan jalan kereta api Negara.
Keuntungan tanam paksa di Indonesia yaitu dikenalnya jenis tanaman baru
seperti kopi dan indigo, pembangunan saluran irigasi, petani mendapat
pengetahuan baru dan dapat memanfaatkan fasilitas yang dibangun di kemudian
hari.
Sejak tahun 1850 rakyat Belanda mulai mengetahui keadaan yang sebenarnya
karena berita mengenai tindakan sewenang-wenang pegawai pemerintah colonial dan
penderitaan penduduk Indonesia akhirnya sampai ke Belanda. Berita tersebut
mengndang kecaman dari golongan liberalism yang terdiri atas kalangan humanis
dan kapitalis. Kalangan humanis menuntut agar system tanam paksa harus
dihapuskan karena menindas rakyat tanah jajahan. Golongan kapitalis menuntut
agar system tanam paksa dihapuskan karena tidak menciptakan kehidupan ekonomi
yang sehat.
Tokoh penentang tanam paksa yaitu :
1.
Baron Van Houvell
2.
E.F.E. Douwes Dekker (Multatuli) yang menulis buku Max Havelaar
3.
Fransen Van Der Putte yang menulis buku Suiker Contracten
Akhirnya pemerintah Kolonial Hindia Belanda menghapuskan Sistem Tanam Paksa
secara berangsur-angsur. Lada dihapuskan tahun 1860, nila dan teh dihapuskan
tahun 1865, jenis tanaman lain kecuali kopi tahun 1870. Tanam paksa kopi baru
dihapuskan tahun 1917. Tahun 1870 dianggap sebagai tahun berakhirnya Tanam
Paksa secara resmi setelah dilaksanakan selama 40 tahun.
Comments
Post a Comment