PERANG MELAWAN PENJAJAHAN KOLONIAL HINDIA BELANDA
Danau Tondano di Sulawesi Utara |
1.
PERANG TONDANO
a.
Perang tondano 1
Perang
Tondano 1 terjadi pada masa kekuasan VOC. Pada saat datangnya bangsa barat
orang-orang spanyol sudah sampai di tanah minahasa (tondano) Sulawesi utara.
Orang-orang spanyol disamping berdagang juga menyebarkan agama kristen. Tokoh
yang berjasa dalam penyebaran ahama kristen adalah Fransiscus Xaverius. Waktu
itu VOC telah berhasil menanamkan pengaruhnya di ternate. Bahkan Gubernur
Ternate Simon Cos mendapatkan
kepercayaan dari Batavia untuk membebaskan minahasa dari pengaruh
spanyol. Simon Cos memberikan ultimatum yang isinya antara lain :
·
Orang-orang
tondano harus menyerahkan para tokoh pemberontak kepada VOC
·
Orang-orang
tondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak sebagai ganti
rugi rusaknya tanaman padi karena genangan air sungai temberan.
Simon
cos sangat kesal karena ultimatumnya tidak berhasil. Pasukan VOC akhirnya
ditarik mundur ke Manado. Kemudian terjadilah perang tondano yang ke 2.
b.
Perang Tondano 2.
Perang
tondano ini dilatar belakangi oleh kebijakan gubernur jendral Daendels.
Melibatkan orang minahasa di Sulawesi Utara dan pemerintah kolonial Belanda.
Perang tersebut terjadi karena implementasi politik pemerintah kolonial Hindia
Belanda oleh para pejabatnya dari minahasa terutama upaya mobilisai pemuda
untuk dilatih menjadi tentara. Upaya perlawanan orang-orang Tondano yaitu
menyerang hebat pihak Belanda oleh karena itu banyak orang dari Belanda yang
berjatuhan. Pasukan Belanda ditarik mundur dari pihak Belanda terus menghujani
meriam ke kampung minahasa , tetapi tentu tidak efektif. Pada tanggal 4-5
Agustus 1809 benteng pertahanan Moraya milik para pejuang hancur bersama rakyat
yang berusaha mempertahankan para pejuang memilih mati dari pada menyerah.
Sikap
yang dapat kita ambil dari tokoh-tokoh diatas adalah rela berkorban dan pantang
menyerah walau dia tahu nyawa resikonya.
2.
PATTIMURA ANGKAT
SENJATA
Perlawanan
dilatarbelakangi berkuasanya kembali Belanda di Maluku setelah diserahkan oleh
Inggris sesuai hasil Konvensi London. Belanda kembali memberlakukan sistem
penyerahan wajib ( verplichte leverentie ) dan kerja paksa (rodi) yang
menyebabkan kesengsaraan rakyat Maluku. Perlawanan ini terjadi karena kegiatan
monopoli di Maluku kembali diperketat yang membuat beban rakyat semakin berat.
Adapun tokoh perlawanan antara lain : Thomas Matulessi atau Pattimura, Anthony Rheebok,
Lukas Latumahina, Christina Marta Tiahahu, dll.
Perlawanan meletus ditandai dengan penyerbuan Benteng Duurstede di
Saparua pada tanggal 15 Mei 1817, yang berhasil membunuh residen Van den Berg
beserta seluruh pasukannya. Belanda mengirimkan pasukan bantuan dari Ambon yang
akhirnya berhasil menguasai kembali Benteng Duurstede dan mendesak pasukan
Pattimura sehingga satu persatu pimpinan pasukannya tertangkap termasuk
Pattimura sendiri yang akhirnya dihukum gantung.
Dari
perjuangan pattimura bisa kita ambil sikap patriotismenya yaitu rela berkorban
dan pantang menyerah, karena pattimura yang rela berjuang mati-matian demi
rakyat maluku.
3.
PERANG PADRI
Diawali
munculnya Gerakan Paderi yang bertujuan ingin memurnikan ajaran Islam di
Minangkabau, Sumatera Barat yang mendapat perlawanan dari golongan adat. Tokoh kaum Paderi antara lain : Tuanku Imam
Bonjol, Tuanku Pasaman, Tuanku Nan Renceh dan Tuanku Nan Cerdik.
Secara
garis besar dibagi dalam 3 periode perang :
a.
Periode
1803 – 1821
Tahap ini murni
perang saudara antara Kaum Paderi dan Kaum Adat karena mempertahankan keyakinan
masing-masing. Dalam perkembangannya kaum Adat
terdesak sehingga akhirnya meminta bantuan kepada Belanda.
b.
Periode
1821 – 1832
Kaum Paderi
menghadapi dua musuh sekaligus yaitu kaum Adat dan Belanda, Dalam periode ini
Belanda mengalami kesulitan karena kekuatannya sedang dipusatkan di Pulau Jawa
untuk menumpas perlawanan Diponegoro, sehingga mereka menawarkan perdamaian
yang ditandai terjadinya Perjanjian Masang. Setelah perlawanan Diponegoro
berakhir, Belanda kembali ke Minangkabau dengan pasukan yang lebih kuat di
bawah pimpinan Letkol Elout dan Mayor Michiels untuk menggempur kaum Paderi.
c.
Periode
1832 -1837
Kaum Adat
menyadari kesalahannya kemudian bersatu dengan kaum Paderi melawan Belanda.
Namun karena persenjataan pasukan Belanda lebih lengkap dan kuat akhirnya satu
persatu wilayah kaum Paderi dapat diduduki dan puncaknya Benteng Bonjol dapat
direbut Belanda yang memaksa Tuanku Imam Bonjol dan pasukannya menyerah
kemudian ditangkap dan diasingkan.
Sikap patriotisme yang dapat diambil dari
Tuanku Imam Bonjol yaitu Tuanku Imam Bonjol rela berkorban demi para kaum Padri
4.
PERANG DIPONEGORO
a.
Sebab-Sebab
Umum :
ü Wilayah Mataram
semakin sempit dan terpecah menjadi kerajaan kecil.
ü Belanda ikut
campur tangan dalam urusan intern kesultanan, misalnya soal pergantian raja dan
birokrasi kerajaan.
ü Timbulnya
kekecewaan di kalangan para ulama, karena masuknya budaya barat yang tidak
sesuai dengan ajaran Islam.
ü Hak para
bangsawan dan pegawai kerajaan dikurangi.
ü Penderitaan
rakyat akibat adanya kerja paksa dan dibebani berbagai pajak
b.
Sebab
Khusus :
ü Pemasangan patok
oleh Belanda untuk pembangunan jalan yang melintasi tanah dan makam leluhur
Pangeran Diponegoro di Tegalrejo tanpa ijin.
c.
Jalannya
Perang :
Dalam
perlawanan Pangeran Diponegoro dibantu oleh tokoh-tokoh seperti Kyai Mojo,
Pangeran Mangkubumi, Sentot Alibasyah Prawirodirjo, Pangeran Dipokusumo, Nyi
Ageng Serang dll. Diponegoro menerapkan taktik perang gerilya dan markas
pasukannya juga berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, awalnya di
Goa Selarong, kemudian pindah ke Plered, Dekso dan Pengasih sehingga
menyulitkan Belanda untuk menumpasnya.
Berbagai
siasat diterapkan Belanda seperti mendatangkan pasukan dari Belanda, siasat
Benteng Stelsel yaitu membangun benteng di daerah yang telah dukuasai dan antar
benteng dihubungkan oleh pasukan gerak cepat dengan tujuan mempersempit ruang
gerak pasukan Diponegoro. Posisi pasukan Diponegoro semakin terjepit sehingga
satu persatu para pembantunya menyerah.
Akhirnya
Belanda menerapkan tipu muslihat yaitu mengajak Pangeran Diponegoro berunding
di Magelang,tapi kemudian ditangkap dan selanjutnya diasingkan ke Menado dan dipindah
ke Makassar sampai wafat.
Sikap
patriotisme yang dilakukan pangeran diponegoro yaitu pangeran diponegoro
bersifat pemimpin yang tidak individualis dan rela berkorban demi rakyatnya,
dan memperhatikan keselamatan anggota keluarga dan anak buahnya.
5.
PERLAWANAN DI
BALI
Pemerintah
Hindia Belanda ingin menanamkan kekuasaan di Bali. Atas kelihaian / bujukan
Belanda raja-raja di Bali dapat menerima perjanjian untuk meratifikasi
penghapusan Hukum Tawan Karang. Namun sampai tahun 1844 Raja Buleleng belum melaksanakan
perjanjian tersebut, bahkan penduduk masih merampas 2 kapal Belanda yang
terdampar.Belanda memaksa raja Buleleng, Gusti Ngurah Made Karangasem agar
menaati perjanjian dan bersedia untuk ganti rugi. I Gusti Ketut Jelatik dengan
tegas menolaknya dan akhirnya perang pun tidak bisa terhindarkan.
Patih
Ketut Jelatik terus mempersiapkan prajurit dan memperkuat pos-pos pertahanan.
Pada tanggal 27 Juni 1846 Belanda datang dengan 1.700 pasukan darat dan masih
ada pasukan laut untuk menyerbu kampung-kampung dekat pantai.
Sikap
yang dapat kita ambil dari tokoh diatas adalahrela berkorban demi wilayah Bali
dan rela mati untuk memperjuangkan wilayah Bali tersebut.
6.
PERANG BANJAR
Perang
Banjar ini terletak di daerah Banjarmasin,Kalimantan Selatan pada tahun 1817
sampai 1862. Hasil bumi di Banjarmasin adalah produk yang diminati oleh orang
barat sehingga mereka berminat untuk menguasai kesultanan Banjarmasin. Pada
tahun 1817 terjadilah perjanjian dengan pemerintah Hindia-Belanda yaitu Sultan
Sulaiman harus menyerahkan sebagian wilayah banjar kepada Belanda. Terjadilah
konflik intern karena ulah interfensi
Belanda.
Pada
tanggal 28 April 1859 orang muning dibawah komanda panembahan aling dan
putranya Sultan Kuning menyerbu kawasan tambang batu bara di pengaron. Dan para
pejuang muning berhasil membakar kawasan tambang batu bara dan pemukiman
orang-orang Belanda di sekitar pengaron. Mereka juga melakukan penyerangan ke
perkebunan milik gubernemen di gunung jabok, kalangan, dan bangkal. Dengan
demikian berkobarlah perang banjar. Bulan Agustus 1859 antasari bersama pasukan
haji buyasin, kyai langlang, kyai demang lehman berhasil menyerang benteng
Belanda di Tabanio.
Setelah
pangeran hidayatullah meninggalkan martapura, ia berangkat ke amuntai setelah
itu pangeran hidayatullah diangkat menjadi Sultan. Sultan Hidayatullah
menyatakan perang jihad fisabilillah terhadap orang-orang Belanda. Pada tanggal
28 februari 1862, hidayatulllah berhasil ditangkap bersama anggota keluarga
yang ikut bergerilya. Beliau diasingkan ke cianjur Jawa barat. Kemudian
perlawanan dilanjutkan oleh Pangerann Antasari dan gagal.
Sikap Pangeran Hidayatullah yang bisa kita ambil adalah Rela berkorban
dan pantang menyerah untuk melindungi rakyatnya.
7.
ACEH BERJIHAD
Penandatanganan
Traktat Sumatra antara Inggris dan Belanda pada tahun 1871 membuka kesempatan
kepada Belanda untuk mulai melakukan intervensi ke Kerajaan Aceh. Belanda
menyatakan perang terhadap Kerajaan Aceh karena Kerajaan Aceh menolak dengan
keras untuk mengakui kedaulatan Belanda.
Ekspedisi
pertama dikirim ke Aceh dan mendarat tanggal 5 April 1873 yang selanjutnya
menyerang Masjid Raya namun dapat digagalkan pasukan Aceh. Tokoh perlawanan
Aceh terdiri dari Tengku Cik Di Tiro, Teuku Umar, Panglima Polim, Cut Nyak
Dien, Cut Mutia,dll. Belanda mencoba menerapkan siasat konsentrasi stelsel
yaitu sistem garis pemusatan di mana Belanda memusatkan pasukannya di
benteng-benteng sekitar kota termasuk Kutaraja. Belanda tidak melakukan
serangan ke daerah-daerah tetapi cukup mempertahankan kota dan pos-pos
sekitarnya. Namun, siasat ini tidak
berhasil mematahkan perlawanan rakyat Aceh. Selanjutnya Belanda mengirim
seorang ahli tentang Islam yang bernama Dr. Snouck Hurgronye untuk menyelidiki
kehidupan sosial budaya rakyat Aceh dan hasilnya dituangkan dalam buku yang
berjudul De Atjehers. Berdasarkan pendapat Dr. Snouck Hurgronye pemerintah
Belanda memutuskan bahwa untuk menumpas perlawanan Aceh harus dengan siasat
kekerasan.
Pada
tahun 1899, Belanda mulai menerapkan siasat kekerasan dengan mengadakan
serangan besar-besaran ke daerah-daerah pedalaman. Serangan-serangan tersebut
dipimpin oleh van Heutz. Tanpa mengenal perikemanusiaan, pasukan Belanda
membinasakan semua penduduk daerah yang menjadi targetnya. Satu per satu para pemimpin perlawanan rakyat Aceh menyerah
dan terbunuh. Akhirnya Aceh terpaksa mengakui kekuasaan Belanda setelah
menandatangani Plakat Pendek ( Korte Verklaring ).
Sikap yang dapat kita ambil dari
tokoh-tokoh diatas adalah pantang meyerah untuk melawan penjajah dan rela
berjuang demi warga.
8.
PERANG BATAK
Lokasi
perang Batak terjadi di Batak pada tahun 1870 – 1907. Kerajaan masyarakat Batak
dipimpin oleh Raja Sisinga Mangaraja. Pada tahun 1878 raja Sisinga Mangaraja
XII angkat senjata memimpin rakyat Batak untuk melawan Belanda. Masuknya
dominasi Belanda ketanah Batak juga disertai dengan penyabaran agama kristen.
Penyebaran ini ditentang oleh Sisinga Mangaraja XII. Pada tahun 1877 raja
Sisinga Mangaraja XII berkampanye keliling daerah daerah menghimbau agar
masyarakat mengusir para Zending yang memaksakan agama Kristen pada penduduk.
Akibat kampanye ini menimbulkan akses pengusiran bahkan ada penyerbuan dan
pembakaran pos pos zending di Silindung.
Pada tanggal 8 januari 1878 Belanda mengirim pasukan untuk menduduki
silindung. Dalam menghadapi perang melawan Belanda rakyat Batak menyiapkan
benteng pertahanan seperti benteng alam yang terdapat di dataran tinggi toba
dan silindung, dikembangkan benteng buatan yang ada di perkampungan. Diluar
benteng ditanami bambu berduri dan disebelah luarnya dibuat selokan keliling
yang cukup dalam.
Pada
pertempuran 1 nampaknya kekuatan pasukan Batak tidak seimbang dengan kekuatan
tentara Belanda, sehingga pasukan Batak harus ditarik mundur. Pada juli 1889
sisingamangaraja XII kembali angkat senjata melawan Belanda. Tetapi pada
tanggal 04 september 1899 Huta Puong jatuh ketangan Belanda. Pada tahun 1907
sisingamangaraja XII berhasil dikempung di daerah segitiga Barus Sidikalang dan
Singkel.
Pada
tanggal 17 juni 1907 siang pasukan
Belanda menangkap Sisingamangaraja XII di pos pertahanannya di daerah
Dairi. Sisingamangaraja XII dengan putra-putranya tetap bertahan dan melakukan
perlawanan, dalam pertempuran ini sisingamangaraja ditembak mati, begitu juga
putrinya Lopian dan 2 orang putranya.
Sikap
Sisingamangaraja XII yang dapat kita ambil adalah rela mati demi warganya dan
pantang menyerah.
Comments
Post a Comment